Senin, 15 Februari 2010

fotografer amatir



Namannya Lia, anak kuliahan di daerah Cihampelas Bandung, itu cewek yang akan dikenalkan Ivan kepadaku. Aku memang minta dicarikan cewek cakep yang dapat dijadikan model untuk latihan fotografi, waktu itu aku lagi hobi berat kegiatan potret memotret.

Sejak aku dibelikan Ayah kamera Nikon F4 SLR 35 mm, kemanapun aku pergi benda jimat itu selalu kutenteng, objek apa saja kujepret. Dari botol-botol sampai kereta api, nenek-nenek, orang lalu lalang, gelandangan, pokoknya apapun menjadi sasaran kameraku, kecuali satu. Motret model bugil..! Nah.., yang satu itu aku terobsesi sekali.

Kebetulan temanku si Ivan dapat merealisasikan obsesiku itu. Tidak tahu dia kenal dari mana tuh cewek, pokoknya sore ini dia janji mau membawa Lia ke tempat kostku. Tempat kostku telah kusulap menjadi studio dadakan. 2 buah lampu Hensel, 2 buah tripod merk Vanguard dan satu payung reflektor yang sengaja kupinjam dari kampus. Untuk objek pendukung, kuatur sofa di depan screen warna putih polos, Lia akan kusuruh pose sesensual mungkin.

Di atas sofa inilah urusan sensual.., eh nanti dulu deh.., pokoknya sebagai fotografer amatiran aku harus dapatkan hasil yang se-artistik mungkin. Untuk itu telah kusiapkan pula 10 rol film merk kodak ektar asa 100. Kusediakan pula asa 1000 untuk intensitas cahaya rendah.

Akhirnya Ivan datang bersama seorang cewek yang lumayan membuatku terpana. Rambut pendek sebahu dengan potongan bob, leher panjang, mengenakan cardigan warna ungu muda, dalaman Kamisol warna putih berbahu rendah hingga kulit lehernya yang putih membuatku geregetan ingin menciumnya. Ke bawah, rok mini tipis motif bunga-bunga, pokoknya totally good looking in all side.

"Lia.." ucapnya tersenyum manis sekali sambil menyodorkan tangannya.
"Ridwan.." balasku.
Si Ivan memang hapal sekali tipe cewek yang kusuka. Aku jadi sangat bersemangat, tapi juga sedikit grogi saat berpandangan mata dengan Lia. Matanya itu..! Magnetizing tapi aku tidak boleh kikuk, untuk memperlihatkan kesan bahwa aku sudah biasa melakukan pemotretan model.

"Gini Lia, Ivan udah ngejelasin kan..?"
"Iya sih dikit, untuk studi kan..?"
"He-eh, tapi gue pingin mastiin lagi elo bener-bener bersedia..?"
Lia menangguk pasti, "Tapi gue berhak untuk nyimpen semua filmnya khan..?" tanyanya.
"Deal..!"
Aku mengerti sekali doi tidak ingin fotonya itu tersebar kemana-mana.

"Tapi ini sukarela lho.., maksud gue karena bukan buat publikasi jadi nggak ada honor apapun." jelasku, si Ivan mendengarkan serius sekali.
"Nggak apa-apa kok, gue emang pingin tau rasanya difoto bugil." ucapnya manis sekali.
Aku dan Ivan saling memandang penuh arti. Cewek manis ini menyulut sebatang rokok virginia Slim, rupanya doi juga senang eksperimen.

"Gue seneng banget deh, gue janji nanti hasilnya akan gue kasih ke elo."
"Udah siap mulai belum..?" si Ivan menyela.
"Ready, do you..?" tanyaku pada Lia.
Doi tidak menjawab, tapi memasang pose siap.
"Gue harus gimana..?" tanyanya.
Tangannya memegang cardigannya seperti hendak dilepaskan.

"Gini Lia, gue pingin bertahap, gue pingin elo gue potret dengan baju lengkap dulu."
"Tapi gue nggak sempet bawa kostum lho?"
"Nggak apa-apa, pakaian lu oke kok..!" pujiku.
Lia tersipu saat aku memegang bahu Lia sambil membimbingnya ke sofa.
"Posenya gimana..?"
"Terserah loe, make it relax..!"
Kemudian Lia duduk dengan manis di atas sofa, kedua kakinya dirapatkan, aku dapat melihat pada saat ia duduk rok mininya agak ketarik ke atas. Ivan kusuruh mengatur posisi lampu sesuai instruksiku. Setelah mendapatkan pencahayaan yang pas, aku langsung mengambil beberapa shot manis. Lia melakukan beberapa pose yang cukup manis. Kadang-kadang aku dapat mengintip celana dalamnya yang berenda di sela-sela pangkal pahanya.

Pada saat ia duduk tepat menghadap kamera, walaupun pahanya ditutup rapat tapi seragam rok mininya itu pendek sekali. Aku tidak boleh menyia-nyiakan momen seksi itu. Kujepret habis. Gayaku memotret seperti orang pro, padahal aku dak-dik-duk juga.

Setengah rol pertama Lia agak kaku, tapi selebihnya ia mulai luwes. Itu pun setelah beberapa kali aku mengatur posenya, lumayan sambil ngelaba-laba sedikit. Setelah satu rol habis, kudekati dia lagi sambil kusibakkan rambut bob-nya. Aku meminta ijin Lia untuk melepaskan cardigan ungunya.

Agak ragu Lia membiarkan aku melepaskannya. Lumayan membuat terangsang juga saat ia kelihatan makin seksi dengan hanya mengenakan Kamisol putih bertali tipis yang mengekspos keindahan kulit bahu dan lengannya, ditambah pula rok mini yang bawahnya jauh di atas lutut, syurr.. deh. Seksi sekali.

"Lo improve aja ya Li..!"
Beberapa shot langsung kuambil. Walau awalnya malu-malu, lama-lama sepertinya ia excited sendiri, posenya semakin seksi. Aku memotret sambil mengamati kulitnya yang banyak terekspos dari leher, dada, punggung, paha. Busyet.., putih sekali nih anak. Pose demi pose yang dilakukan Lia sungguh apetizing, membuatku terangsang, mungkin si Ivan juga yang dari tadi pasif sekaran sibuk mengamati.

Setelah satu rol habis, aku menghampiri Lia, Lia memandangiku sambil tersenyum manis.
"May I..?" tanyaku sambil mencoba melepaskan tali Kamisol di bahu Lia hingga jatuh. Lia mengangguk.
"Kamu kulitnya bagus banget deh..!" aku iseng mengusap kulit lengannya yang indah.
Tampaknya doi juga agak hot, kuturunkan lagi tali Kamisol yang sebelahnya. Kamisolnya jadi agak turun hingga belahan buah dadanya kelihatan jelas. Emang agak datar sih, tapi tetap saja bikin kepala 'pusing'.

"Sekarang coba kamu lepasin Bra-nya ya..!" pintaku, "Tapi Kamisol-nya nggak usah dilepas."
Walaupun Lia anaknya cuek banget, tapi ketika dia mencoba melepaskan Bra-nya, ia kelihatan agak grogi, sambil melihat kami berdua yang juga lumayan tegang.
"Nggak ahh.., gue nggak siap." ucapnya.
Kiami jadi kecewa deh. Si Ivan kini menghampiri Lia dan mencoba membujuk cewek itu.

"Ayo dong Li.., kan kamu udah janji."
"Nggak ah, malu." pipinya merah merona.
Sambil mendekap bahu cewek itu, Ivan berusaha merayu terus, "Kenapa malu..?"
"Toket gue kecil.." ucapnya lucu. Aku langsung gemes sendiri.
"Lho.., nggak kok, toket elu kan bagus, apa perlu gue rangsang dulu..?" si Ivan berhasil memegang buah dada Lia, lalu diremasinya pelan-pelan, Lia meronta manja.

"Heii.. lu kurang ajar banget deh..!" katanya sambil berusaha melepaskan dekapan si Ivan.
Melihat adegan tersebut, aku jadi sirik. Emang sih si Ivan pernah bilang dia pernah ML dengan cewek ini.
"Oke deh tapi jangan terlalu di ekspos ya..?" pintanya.
Sesaat kemudian Lia menaruh tangannya ke belakang untuk melepaskan kaitan BH-nya. Lalu pelan-pelan dilepaskannya benda berenda tersebut, gerakannya seksi sekali.

Kini aku dapat melihat sesuatu yang berwarna coklat muda mengintip di antara tali-tali Kamisol-nya. Merasa jengah kami lihatin, secara refleks tangannya didekapkan ke dadanya, untuk menutupi bagian privacy-nya. Darahku langsung berdesir, indah nian jeritku dalam hati.

"Sekarang gimana..?" ia menunggu instruksiku.
Aku perlu waktu sekian detik untuk meluruskan kembali pikiranku yang sudah ngeres banget.
"Gini deh... Lu topangin lengan lu ke sandaran sofa."
"Begini..?"
"Agak bungkuk dikit..!" aku menghampiri Lia lalu memegang punggungnya yang terbuka, lalu dengan lembut membimbing Lia agar bahunya lebih condong ke depan.
Dengan begitu aku dapat melihat buah dadanya yang mungil dan putih menggelantung. Karena keapit dua lengannya, celah buah dadanya terlihat sangat jelas. Sekilas tampak buah dadanya seperti besar, puting susunya mengintip samar-samar dari balik Kamisol-nya.

"Ya begitu..!"
Lia tersenyum manis sekali menghadap ke kamera, rambut sebahunya jatuh ke depan menutupi sebagian wajahnya yang cantik. Aku beraksi dengan kameraku, mengambil pose demi pose yang sangat merangsang.
"Lu oke banget deh Li..! Coba pose lu lebih seksi lagi ya..?"
"Kayak gimana lagi sih..? Arahin dong..!" pintanya.
Aku menyuruh Lia agak rebah di sofa, kemudian kedua lengannya kuangkat hingga posisinya memegang belakang kepalanya.

Sambil pura-pura serius mengarahkan, aku melaba lagi, mengelus-elus kulitnya yang mulus. Aku melihat puting susunya tercetak di balik kain Kamisol-nya.
"Lu seksi banget deh.." desisku ke kupingnya sambil merapihkan poninya.
"Thanks." ucapnya pelan.
"Yang hot ya..?" pintaku, Lia tersenyum malu-malu.

Aku kembali ke belakang kamera. Lalu Lia beraksi lagi. Kedua tangannya tetap mengangkat sambil memainkan rambutnya, lalu ia sedikit menggeliat. Ketiaknya bersih sekali, hampir tidak ada bulunya. Shot demi shot kuambil. Motor drive yang kusetel 2 shot perdetik memboroskan isi film-ku. Lia nampak makin improve, kakinya dinaikkan ke atas sofa hingga rok mininya ketarik.

Aku dan Ivan melihat dengan jelas bagian bawah pahanya sampai pantat. Segaris celana dalam putih itu beberapa kali terlihat di antara celah kakinya. Busyet, bener-bener bikin kami terangsang. Aku tidak kepikir lagi untuk mengatur cahaya dengan light meter saku, pokoknya segala macam teori kompensasi cahaya sudah hilang di kepalaku karena otakku setengah sadar setengah terangsang.

Tapi aku tidak perlu khawatir, karena aku mengandalkan kecanggihan kameraku yang bukaan lensa serta speed-nya ku-set mode auto. Minimal hasilnya standar, tidak akan terlalu overlighting atau underlighting. Lagian pengukur cahaya dengan sistem matrix yang sudah built-up di kameraku sudah cukup akurat.

Aku suka sekali saat Lia membelakangi kamera, wajahnya menoleh sambil tersenyum manis, kakinya naik ke atas sofa, tanganya memeluk sandaran. Kusuruh Lia agar posisi tubuhnya agak menungging biar pinggulnya benar-benar terekspos frontal ke kamera. Makin kusuruh menungging, roknya makin ketarik habis hingga celana dalamnya makin kelihatan lagi dari belakang. Vaginanya tercetak jelas di balik CD-nya. Aku langsung mengambil beberapa close-up ke arah tersebut. Lampu sorot dan pemandangan tubuh Lia membuatku dan Ivan berkeringat. Rasanya aku tidak sanggup lagi untuk hanya motretin, namanya juga bukan profesional.

"Tahan posisinya ya Lia..!" aku menghampiri Lia lagi yang masih dalam posisi menungging.
Kusingkapkan roknya sampai ke atas sekali, lalu dengan nekat kuraba-raba pantatnya yang seksi itu.
"Sori ya Li, abis lu bikin aku kerangsang."
Lia tersenyum tertahan. Melihat wajah Lia yang juga sudah mesum, tanganku meraba mulai dari bagian dalam paha sampai pantatnya. Kemudian menyelip ke celah kemaluannya. Lia juga sepertinya sudah hot dari tadi, begitu kusosor dia langsung bereaksi postif.

"Gue lepasin CD-nya ya..?"
Lia tidak menjawab, lagi-lagi hanya tersenyum, wajahnya merah. Tanpa ragu kulepaskan celana dalam warna putih tersebut sampai ke lututnya. Vaginanya kini begitu jelas terpampang di depan wajahku. Agar Lia tidak canggung, kupegangi kemaluannya, kuusap-usap dengan lembut. Lubang vaginanya sudah basah sekali, rambutnya hitam dan setengah dicukur.

Sementara di balik jeans. Batang kemaluanku sudah sangat mengeras. Lia kusuruh untuk tetap menungging. Wajahnya kusuruh melihat ke arah kamera, lalu kujepret lagi sampai rol terakhir.
"Please.., jangan potretin lagi deh..!" pinta Lia.
Doi merapatkan kedua pahanya agar kami tidak dapat melihat lagi vaginanya. Rupanya dia sadar bahwa dia terlalu nekat. Tapi aku udah seratus persen terangsang, harus dilepasin. Hanya itu kini yang ada di otakku.

Aku berbisik ke si Ivan bahwa aku ingin cumbuin Lia, Ivan mengerti walaupun berat hati. Dia meninggalkan kami berdua ke luar ruangan. Bilangnya sama si Lia cari udara segar dulu. Tapi sepertinya Lia mengerti maksudku. Dia tersenyum. Saat kuhampiri, dia seperti menunggu. kudekatkan wajahku, lalu doi memberikan bibirnya yang merekah untuk kusosor. Tanganku langsung menyergap buah dadanya, lalu kuremas-remas dengan membabi buta, sementara aku merasakan jemari Lia menyusup ke dalam celana jeans-ku.

Dengan cekatan doi melepaskan resluiting, lalu mengeluarkan batang kejantananku. Aku dikocok-kocoknya dengan gencar, sementara lidahnya menelusuri rongga mulutku dengan penuh nafsu. Busyet..! Ganas juga cewek ini, dalam hati. Mengikuti permainannya yang keras, aku pergencar remasan tanganku ke buah dadanya, putingnya kupilin-pilin. Tidak berhenti di situ, kurogoh selangkangannya, roknya masih melekat di tubuh, telunjuk dan jari tengahku, kususupkan jauh ke dalam lubang kemaluannya yang sudah licin sekali.

Body doi menggelinjang saat jariku mengocok-ngocok. Begitu klitorisnya kupilin-pilin, doi makin kelojotan seperti orang histeris, tampaknya doi orgasme. Aku tidak menyangka ternyata cepat juga klimaksnya. Babak berikutnya dia menghisap batang kemaluanku. Kalau melihat wajahnya yang agak melankolis, aku tidak menyangka kalau doi seliar itu.

Seluruh batangku ditelan habis ke mulutnya yang kecil mungil, lalu disedotnya bak vacuum cleaner, kadang-kadang dikeluarin lagi. Lalu lidahnya menjilati dari ujung topi bajaku turun ke buah kembarku, lalu yang membuatku kaget ketika dia menjilati juga lubang anusku. Kalau aku tidak terlatih mengontrol orgasme, mungkin tidak akan sampai 3 menit di-treat seperti itu, tapi diserang habis-habisan seperti itu akhirnya aku bobol juga. Kumuntahkan spermaku di atas permukaan kulit wajahnya yang mulus, sepertinya doi juga puas, dapat membuatku KO.

Beberapa hari kemudian, sesuai dengan janjiku, hasilnya kuperlihatkan dan film-nya kuberikan ke Lia. Doi kecewa, karena saat film-nya kuproses (tentu saja kuproses di kamar gelap sendiri, karena aku tidak berani untuk ke lab foto, takut beredar diluar kontrolku), dari lima rol, dua rol gagal. Cairan developer-nya terlalu kuat.

Aku memang nekat mencoba, padahal masih belum bisa, modal teori saja rupanya tidak cukup. Sementara sisanya berhasil kucetak hitam putih, dengan hasil yang juga menyedihkan. Pencahayaannya berantakan. Tapi kegagalannya bukan ketika saat memotret, tapi memang proses kamar gelap yang asal-asalan.

"Nggak apa-apa deh, paling enggak fotonya nggak akan beredar..." katanya datar.
Doi memang mengaku menyesal dipotretin bugil begitu. Semua hasil fotonya doi simpan semua termasuk yang ada di tanganku. Aku pun tidak menyesal-nyesal banget. Yang penting aku puas motretin doi dan yang paling penting lagi, di'sepongin' doi.






Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "fotografer amatir"

Posting Komentar